Pada tahun 2000 jumlah lansia di
Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar
11,34% (BPS, 1992). Bahkan Amerika Serikat
memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan penduduk terpesat mulai
tahun 1990-2025.
Seiring dengan berkembangnya
Indonesia sebagai negara yang perkembangannya cukup baik, maka makin tinggi
pula angka harapan hidup penduduknya. Diproyeksikan harapan hidupnya bisa
mencapai 70 tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai
mendapat perhatian lebih dari masyarakat.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk
lansia dan makin panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat yang telah
dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman,
keahlian dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk ikut serta dalan
pembangunan. Kesejahteraan usia lanjut yang memiliki kondisi fisik dan atau
mentalnya mengalami gangguan, maka hal ini pemerintah harus ikut serta mencari
solusi dan mengayomi mereka.
Perancangan Hari Lanjut Usia
Nasional (HALUN) pada tanggal 29 Mei 1996 di Semarang oleh Presiden merupakan
bukti dan penghargaan masyarakat dan pemerintah terhadap keberadaan lansia.
Pada sebuah propinsi di Cina di
sebutkan terdapat populasi lansia yang sebagian besar berusia 100 tahun dan
mereka masih dalam kondisi sehat dan sedikit sekali prevalensi kepikunannya.
Menurut mereka rahasianya adalah menghindari makanan modern, banyak
mengkopnsumsi sayur dan buah, aktivitas yang tinggi, sosialisasi dengan warga
lainnya dan hidup di tempat yang bersih serta jauh dari polusi udara.
Hal ini merupakan tantangan untuk
kita semua untuk dapat menjadikan para lansia dapat mempertahankan kesehatan
secara mandiri dan tidak menjadi beban bagi dirinya sendiri, keluarga serta
masyarakat sekitarnya.
2.2
Mitos Terhadap Lansia
1.
Kedamaian dan
ketenangan
Lanjut usia
dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya dimasa muda dan
dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil
dilewati.
Kenyataan :
*Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit
*Depresi
*Kekhawatiran
*Paranoid
*Masalah psikotik
Kenyataan :
*Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit
*Depresi
*Kekhawatiran
*Paranoid
*Masalah psikotik
2.
Konservatif
dan kemunduran
Lansia sering dinilai :
a.
Konservatif
b.
Tidak kreatif
c.
Menolak
inovasi
d.
Berorientasi
ke masa silam
e.
Orang yang
beriman dengan sebenar-benarnya akan tampak bahagia, tidak murung,takut,atau
sedih karena Ia dijanjikan dengan surga
f.
Merindukan
masa lalu
g.
Kembali ke
masa anak-anak
h.
Susah berubah
i.
Keras kepala
dan cerewe
3.
Bingung dan
tidak peduli terhadap lingkungan
4.
Penyakitan
5.
Kesepian dan
tidak bahagia
6.
Tidak
berminat dengan seks dan seksualitas
7.
Tidak berguna
di masyarakat
2.3
Masalah-Masalah Lansia
Lansia merupakan salah
satu masalah sosial yang membutuhkan perhatian dan penanganan dari semua fihak
di dalam masyarakat. Prediksi kependudukan menunjukkan bahwa pada 2005 akan
terdapat lansia sebanyak 18,4 juta jiwa atau 8,4% dari jumlah penduduk
Indonesia (Kalla, 2002). Di Jawa Barat pada 2002 terdapat 5,9 juta lansia atau
17,9% dari penduduk (Buldansyah, 2002). Diberitakan di beberapa media cetak,
bahwa ada 211.000 orang lansia di Jawa Barat yang mengalami ketelantaran;
sementara jumlah panti wredha yang ada sebanyak 26 panti hanya mampu menampung
1000 orang lansia (Republika, 30 Mei 2002).
Data tersebut baru
menunjukkan jumlah lansia yang telantar secara sosial-ekonomi, yaitu mereka
yang berada dalam kondisi kehidupan rendah (miskin); dan menuruh Kadin Sosial
Jawa Barat, tidak semua lansia telantar terdeteksi. Selain itu jumlah lansia
yang mengalami ketelantaran sosial tidak terdeteksi, padahal jumlahnya sangat
mungkin tidak sedikit. Lebih jauh, persoalan lansia bukan sekedar persoalan
jumlah orang tua yang membutuhkan santunan, melainkan menyangkut nilai-nilai
budaya masyarakat yang menjadi landasan kelangsungan hidup masyarakat itu
sendiri.
Orang lanjut usia dalam kultur Timur dan Islam, bukan sekedar ‘orang yang sudah tua’, melainkan golongan masyarakat yang menjadi figur pemegang nilai-nilai sosial budaya sehingga posisinya sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat.
Akhir bulan Mei, secara internasional telah ditetapkan sebagai hari Lansia dan diperingati oleh dunia. Namun apakah peringatan itu terarah pada penempatan posisi orang tua di tempat seharusnya ataukah baru sekedar keperdulian terhadap lansia dari segi demografis ?. Berbagai media cetak pada Kamis, 30 Mei 2002 memuat data bahwa 21.000 lansia di Jawa Barat terlantar secara mutlak.
Orang lanjut usia dalam kultur Timur dan Islam, bukan sekedar ‘orang yang sudah tua’, melainkan golongan masyarakat yang menjadi figur pemegang nilai-nilai sosial budaya sehingga posisinya sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat.
Akhir bulan Mei, secara internasional telah ditetapkan sebagai hari Lansia dan diperingati oleh dunia. Namun apakah peringatan itu terarah pada penempatan posisi orang tua di tempat seharusnya ataukah baru sekedar keperdulian terhadap lansia dari segi demografis ?. Berbagai media cetak pada Kamis, 30 Mei 2002 memuat data bahwa 21.000 lansia di Jawa Barat terlantar secara mutlak.
Dalam kultur masyarakat
Timur *, orang tua menempati posisi yang sangat terhormat di dalam lingkungan
sosialnya. Dalam budaya Jawa (termasuk Jawa Barat), ada tiga golongan warga
masyarakat yang menempati posisi terhormat dan menjadi sumber keteladanan bagi
warga masyarakat banyak, yaitu “guru, ratu, wong atua karo” (guru, pemimpin,
dan orang tua). Orang tua menjadi salah satu sumber keteladanan karena sejalan
dengan pertambahan usia, kearifan mereka bertambah sehingga menjadi tempat generasi
muda berkonsultasi tentang berbagai hal. Dalam ajaran Islam yang dianut
sebagian besar warga masyarakat Indonesia, sangat tegas diperintahkan untuk
menghormati orang tua; bahkan jikapun orang tua melakukan kesalahan, generasi
muda harus tetap menjaga adab perilaku mereka kepada orang tua walaupun tidak
perlu meneladani kesalahannya.
Dengan demikian, dalam
kultur Timur dan ajaran Islam yang menjadi sumber nilai-nilai sosial masyarakat
Indonesia; seseorang memiliki kewajiban selain interaksi horisontal (dengan
istri, kerabat, teman), juga vertikal ke bawah dan ke atas. Ke bawah, ia
berkewajiban memelihara generasi penerus (anak-anak), sementara ke atas ia
berkewajiban menyantuni orang tua. Demikian jaringan rantai sosial terjalin
erat antar generasi sebagai cerminan dari masyarakat (dan keluarga) harmonis.
Mengingat urgensi
masalah lansia seperti dikemukakan terdahulu, maka sekali lagi, masalah lansia
ini membutuhkan perhatian dan penanganan dari semua fihak di dalam masyarakat.
Selama ini model penanganan yang dilakukan dan banyak dikenal masyarakat adalah
penampungan para lansia di panti-panti wredha. Dengan perubahan pandangan
terhadap orang tua, muncul pertanyaan, apakah model panti tersebut akan dapat
menanggulangi masalah lansia telantar, atau malah akan mendorong warga
masyarakat untuk lebih mudah ‘menelantarkan’ para lansia tersebut ?, dengan
segala dampak yang ditimbulkannya. Sudah dibutuhkan model penanganan masalah
lansia yang berbasis nilai-nilai masyarakat kita sendiri, namun adaptif
terhadap perubahan dan tuntunan jaman. Rangkaian diskusi di Laboratorium
(Jurusan) Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD sedang terus mengembangkan model
termaksud.
2.4
Pekerjaan dan Penghasilan
Menurut
biro pusat statistik (1990), tingkat partisipasi angkatan kerja
pada Lanjut Usia 60 hinga 64 tahun besarnya 59,9% dan pada usia 65 tahun
40,5%. Di perkotaan bahkan tingkat pengangguran penduduk lanjut usia yang
berusia 65 tahun ke atas hanya 2.2%. Tingkat partisipasi angkatan kerja di
pedesaan lebih tinggi darin pada diperkotaan dan pada penduduk lanjut usia
pria, tingkatnya lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Tingginya tingkat
partisipasi angkatan kerja penduduk lanjut usia ini disebakan oleh beberapa
faktor, antara lain proses penuaan, struktur penduduk tingkat sosial ekonomi
masyarakat yang membaik, umur harapan hidup penduduk lanjut usia yang bertambah
panjang, jangkauan pelayanan kesehatan serta status kesehatan penduduk lanjut
usia yang bertambah baik.
Alasan
penduduk lanjut usia untuk bekerja antara lain adalah karena disebabkan oleh
jaminan sosial dan kesehatan yang masih kurang. Disamping hal itu, desakan
ekonomi merupakan hal yang mendorong untuk bekerja dan mencari pekerjaan.Hal
ini dimungkinkan karena pada umumnya keadaan kesehatan fisik, mental dan emosional
mereka masih baik. Banyak diantara mereka bekerja untuk aktualisasi diri.
Menurut
Departemen Sosial Republik Indonesia (1996), jenis sektor pekerjaan yang
dipilih penduduk lanjut usia diperkotaan adalah sebagai berikut :
l Perdagangan :38,4%
l Pertanian : 27,1%
l Jasa : 17,3%
l Industri : 9,3%
l Angkutan : 3,3%
l Bangunan : 2,8%
Sedangkan di desa sebagai berikut :
l Pertanian : 78,9%
l Perdagangan : 9,1%
l Industri ; 6,3 %
l Jasa: 4,1 %
Penghasilan yang
diterima oleh angkatan kerja lanjut usia, sayangnya tidaklah tinggi.
Berdasarkan data yang dikumpulkan sakernas (1991), ternyata masih banyak
amhkatan kerja lanjut usia yang menerima gaji atau upah sebanyak Rp. 10 ribu
sebulan dan lebih dari separo angkatan kerja lanjut usia diperkotaan dan
pedesaan menerima gaji atau upah sebesar Rp. 50 ribu hingga Rp. 100 ribu.
2.5
Posyandu Lansia
Seiring dengan semakin
meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan
pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam
kehidupan kelu-arga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya.
Sebagai wujud nyata pelayanan
sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah
mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan
kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan
lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
adalah Rumah Sakit.
Posyandu lansia adalah pos
pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang
sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari
kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang
penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para
lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya.
Tujuan pembentukan posyandu
lansia secara garis besar antara lain :meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia dan mendekatkan pelayanan serta meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar