Peran dan fungsi pekerja sosial dalam perawatan lansia


Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (Lansia)  akan membawa dampak terhadap masalah sosial ekonomi, baik dalam keluarga, masyarakat maupun dalam APBD dan APBN ( Anggaran Keuangan Negara). Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan jumlah Lanjut Usia (Old Age Ratio Dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lanjut usia, ketergantungan ini disebabkan karena kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis.
Bahwa di masa yang akang datang pemerintahan Negara yang selama ini masih tak berpihak kepada para lansia Indonesia harus segera berubah, sebab angka ketergantungan dapat dilihat melalui 2 faktor ekonomi dan faktor lingkungan, dengan kondisi sosial ekonomi seperti terjadinya “pembiaran” kemiskinan telah sangat terjadi sehingga penelantaran lanjut usia sepanjang masa kemerdekaan terus terjadi.
terkesan “upaya pemerintah masih sangat lemah dalam memberikan perhatian dan kepedulian terhadap para lansia baik dari segi materi maupun dari segi pelayanan, meski tidak semua lansia menjadi tanggungan negara, terkesan pemerintah melepaskannya kepada masyarakat dan keluarga untuk ikut berperan besar dalam memberikan perlindungan, perawatan, serta hiburan agar mereka tidak cepat mengalami kepikunan ”.
Sementara itu para lansia seharusnya tidak dilihat sebagai sebuah kerugian dan beban, tapi lansia merupakan suatu keutuhan karena mereka (Lansia-Red) memiliki banyak pengalaman besar, bahkan diusia yang bisa dikatakan tidak produktif (65 thn) tetapi mereka masih giat melakukan aktivitas-aktivitasnya, seperti berdagang, olah raga, dan sebagainya.
Disamping keluarga yang selama ini peduli, seharusnya Pemerintahan Negara lebih memiliki peran besar, perlu adanya pelayanan, akomodir dan masisnis sebagai penggerak untuk tetap berkreatif, jangan sampai ada pelanggaran HAM seperti sakit mereka tidak diperhatikan, diterlantarkan begitu saja, dan tidak mau peduli tentang kebutuhan mereka, karena itu kita mengharapkan semua harus berperan aktif.

Melihat peran Pemerintahan dari Negara-negara  tetangga seperti Jepang, China, Korea dan Belanda yang terlebih dulu sudah memberikan kepedulian yang begitu besar untuk para penduduk lansia adanya jaminan hari tua, jaminan sosial dan jaminan kesehatan, untuk itu Indonesia yang memiliki jumlah populasi lansia yang tiap tahunnya semakin meningkat semestinya tidak lagi sekedar wacana tetapi bagaimana hal itu dapat terealisasikan sehingga ada program bagi kesejahteraan Lansia.
Pemerintah pada departemen terkait sesuai tugas pokoknya nyaris tak menyentul dalam penyelesaian persoalan tersebut, meski mereka selalu berkilah telah dan akan terus melaksanakan berbagai program yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia, seperti adanya perlindungan sosial lanjut usia, pemberian bantuan kepada para lansia, serta jaminan sosial lanjut usiamerupakan program unggulan yang terus diupayakan berjalan dan ditingkatkan dari tahun ketahun, tetapi fakta tak demikian yang terjadi di tengah tengah kehidupan masyarakat kita.
Menurut data pada 2008 jumlah lansia sebanyak 1,6 juta orang, angka itu terus bertambah dari tahun ketahun, sehingga jika hal itu tak diperhatikan makan maka dimungkinkan jumlah lansia terlantar semakin meningkat dengan merata. Belum lagi selesai di tahun sebelumnya dan tahun 2010-2020-an sudah memasuki tahap lanjut usia baru, sehingga beberapa dekade mendatang jumlah lanjut usia di Indonesia akan “meledak” lebih besar dibanding jumlah balita, populasi lansia akan semakin meningkat, tinggal bagaimana prosesnya dan bagaimana menekan laju inflasinya.
Pada pertambahan penduduk lansia yang cepat pada dasarnya karena angka kelahiran berkurang, pertumbuhan yang cepat tersebut bila dihadapkan kepada kondisi yang masih memprihatinkan akan menjadi beban negara, masyarakat, dan keluarga, LKS 4Presiden RI mengharapkan untuk sementara ini karena peran dan fungsi pemerintahan Negara sama sekali tak memberikan kontribusi maksimal maka adanya kesadaran setiap warga negara bahwa masalah ini harus dapat tangani secara bersama-sama, baik secara perorangan, kelompok, LSM maupun organisasi, sehingga masyarakat tak perlu menanti segala wacana dari segala upaya pemerintah dalam memberdayakan Lansia.
Sementara itu, adanya proyeksi penduduk serta estimasi rata-rata harapan hidup penduduk Indonesia terlihat arah yang menunjukkan transisi demografi sangat  signifikan. Pada tahun 2005 rata-rata usia harapan hidup sekitar 67,8 tahun meningkat menjadi 70 tahun antara tahun 2005-2010. Persentase penduduk lanjut usia, yaitu seseorang yang berusia di atas 60 tahun, sekitar 9,5% pada tahun 2005 akan menjadi 11% atau sekitar 28 juta pada tahun 2020 (Bappenas, BPS, dan UNFPA, 2005).
Dari segi kesehatan, hasil survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002 menunjukkan bahwa penyakit hipertensi berada pada urutan pertama diderita lansia (42,9%), diikuti oleh penyakit sendi (39,6%), anemia (46,3%), dan penyakit jantung dan pembuluh darah (10,7%). Lansia yang mengalami keterbatasan fungsi tubuh sekitar 88,9% dan keterbatasan partisipasi sekitar 43,4% (Depkes RI, 2002).
Hal ini menunjukkan bahwa transisi demografi akan membawa akibat terjadinya transisi epidemiologi, Dapat diprediksi bahwa penyakit degeneratif dan keganasan juga akan makin sering dijumpai sehingga pasien geriatric yang antara lain ditandai dengan penyakit multipatologi akan memerlukan pertolongan.
Masalah psikososial yang sering dijumpai pada lansia menambah berat beban keluarga dan masyarakat. Dari segi sosial, lansia mengalami penurunan interaksi antara diri lansia dengan kelompok. Pada interaksi ini kelompok yang lebih mempunyai kuasa akan mendapatkan keuntungan yang besar, yang pada umumnya adalah kelompok yang lebih muda. Hal tersebut bisa terjadi karena lansia mulai menarik diri dari kehidupan sosial, status kesehatannya menurun, penghasilan berkurang, dan terbatasnya program untuk memberi kesempatan lansia tetap berinteraksi maupun dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Kreager (2003) menyatakan bahwa di Jawa Timur terdapat 44,1% lansia bekerja, 32,4% bekerja dengan mendapatkan upah, dan 23,5% masih ada kegiatan tanpa mendapatkan imbalan. Mereka yang menerima pensiun hanya sekitar 13,2%, menerima bantuan makanan 42,9%, dan menerima zakat sebesar 42,9%.
Lalu seberapa jauh permasalahan lansia diselesaikan, tidak terlepas dari kebijakan nasional maupun internasional tentang kesejahteraan lanjut usia.. Salah satu kebijakan yang disepakati secara internasional adalah Madrid International Plan of Action (2002) yang diharapkan setiap negara mengimplementasikan program kesejahteraan lanjut usia melalui tiga arah prioritas yaitu:
1) memberikan peran lanjut usia dalam pembangunan,
2) meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bagi lanjut usia,
3) menjamin lingkungan yang kondusif bagi lansia.
Atas dasar hal tersebut , Komisi Nasional Lanjut Usia melakukan penelitian kondisi lanjut usia di Indonesia serta pengkajian kebijakan maupun program kelanjut usiaan di 33 propinsi. Metode penelitian dilakukan secara survey potong silang. Pengambilan subjek di 33 propinsi dilakukan secara purposif yaitu subjek yang terlibat dalam pembinaan Dinas Sosial Daerah. Jumlah subjek untuk masing-masing propinsi berkisar antara 50-100 orang. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner  terstruktur yang mengacu pada instrumen Ivonne Suzy Handajani 2006.
Untuk aspek pola makan kuesioner merupakan modifikasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Nugroho (2006) sedangkan data demografi dan sikap masyarakat menggunakan United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP, 2005).
Variabel yang diamati meliputi sosio-demografi, lingkungan tempat tinggal, kegiatan sosial maupun ekonomi, penyakit dan gejala yang dirasakan, perilaku hidup sehat, kondisi psiko-sosial, serta perlakuan masyarakat. Hasil penelitian kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lansia akan disajikan secara deskriptif berdasarkan sosio demografik, status kesehatan, gaya hidup, dan pola makan. Hasil ini bukan merupakan prevalensi karena pengambilan subjek penelitian secara purposif.
Namun secara umum dapat memberi gambaran di perkotaan dan pedesaan dari 33 propinsi secara menyeluruh mewakili Indonesia. Dalam penelitian ini dilaporkan bahwa proporsi lansia perempuan cenderung lebih besar dari laki-laki . Dan dari 1701 responden yang dijadikan sample, tampak bahwa proporsi subjek tertinggi adalah di Jawa Barat, Yogyakarta, Banten, dan Bali.
Selain itu juga dilaporkan proporsi lansia berdasarkan status perkawinan yang menunjukkan bahwa baik di perkotaan maupun di pedesaan, lansia yang berstatus menikah lebih tinggi dari yang tidak menikah maupun yang cerai. Namun ternyata cerai hidup cukup banyak dialami oleh lansia meskipun proporsinya lebih rendah dari cerai mati. Jadi intinya apa dan bagaimana peran dan fungsi pemerintahan negara bekerja untuk mewujudkan perlindungan terhadap lansia Indonesia…!!?
Yang jelas LKS 4Presiden RI berkomitmen kelak jika terpilih sebagai Presiden RI tak akan mengulang kelemahan pemerintahan negara pada masa lalu atau sebelumnya dalam hal memberikan perhatian dan perlindungan kepada setiap Warga Negara Indonesia tak terkecuali bagai para lansia, sebab Pemerintahan Negara berkewajiban melaksanakannya sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan Pancasila – itu jelas dan harga mati,.. demikian tutup LKS 4Presiden RI melalui BBM Voice Pin 2A485689 di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar